Try not to become a man of success but rather to become a man of value. (Albert Einstein, 1879-1955)

Senin, Maret 10, 2008

Beban Mental Jadi Penguji

Tulisan ini saya masudkan untuk sekedar berbagi cerita dan pengalaman sebagai dosen dan penguji. Mudah-mudahan bisa jadi manfaat.

Dua atau tiga tahun lalu (dah lama yaa..?), saya mendapat tugas untuk jadi anggota penguji skripsi (belum bisa jadi ketua karena belum Lektor atau belum S2) mahasiswa S1, yang mengangkat judul (kurang lebih) pemanfaatan webcam sebagai sensor gerak. Tradisi di kampus saya, untuk menghindari dosa (he he ..), mahasiswa baru tahu siapa pengujinya tepat pada saat sidang ujian akan dimulai, sementara dosen penguji sudah tau paling cepat dua-tiga hari sebelumnya. Walaupun saya terlibat dalam penentuan dosen penguji, tapi tidak berarti saya punya waktu yang cukup apalagi lebih untuk mempelajari skripsi yang akan saya uji.

Mahasiswa yang saya sebut di atas, dalam skripsinya menggunakan metode perhitungan histogram warna dari image hasil tangkapan webcam untuk menentukan ada gerakan atau tidak sebelum memicu alarm. Walaupun saya senang bermain-main dengan grafis di komputer, tetapi lebih banyak di level aplikasi, dan histogram warna waktu itu termasuk hal baru bagi saya. Karena waktu yang sempit, dan dalam skripsi mahasiswa tersebut ternyata teori histogram warna yang ia sajikan tidak memadai (satu faktor yang kemudian ikut mengurangi penilaian), saya mencari dari berbagai sumber, dan saya kemudian jadi tau ala kadarnya.

Hasilnya, saat ujian, saya menolak konsep mahasiswa itu untuk menggunakan teori histogram warna untuk ide sensor geraknya. Berdasarkan yang baru saya ketahui waktu itu, bahwa histogram warna adalah metode menghitung jumlah pixel untuk masing-masing warna dalam satu image, saya berasumsi bahwa jika sebuah gambar lingkaran kuning dengan latar belakang biru (atau gambar dengan dua warna apapun) dan kemudian lingkaran kuning digeser posisinya, tidak akan merubah nilai-nilai dalam histogram warnanya. Si mahasiswa tetap berkeras dengan idenya dengan dalih bahwa ia menghitung untuk semua warna RGB serta grayscale, dan juga bahwa gambar hasil tangkapan webcam biasanya berubah histogram-nya jika terjadi gerakan karena ada faktor cahaya ruang akibat gerakan obyek.

Penolakan saya kemudian, sedikit-banyak, mempengaruhi penguji lain yang cenderung mempertanyakan kelayakan histogram warna untuk sensor geraknya, ditambah lagi dengan kurangnya teori histogram warna yang disajikan oleh mahasiswa dalam skripsinya, akhirnya si mahasiswa tetap lulus namun dengan nilai ujian yang tidak maksimum. Mahasiswa ini kemudian sempat kurang bisa menerima, apalagi akibat tidak maksimumnya nilai ujian skripsi, IPK-nya menjadi tidak cukup untuk bisa lulus dengan pujian.

Terus terang, bagi saya jadi penguji ujian akhir sesungguhnya berat dari sisi beban moral atau beban mental, di satu sisi kita harus menjaga prinsip-prinsip ilmiah agar tetap bisa dipertanggung-jawabkan, namun di sisi lain kita juga harus melihat kalau ujian akhir adalah titik awal masa depan dari seorang lulusan. Bisa jadi keputusan di sidang ujian akhir dapat merubah total arah hidup seorang lulusan.

Mahasiswa yang saya uji itu, sekarang memang baik-baik saja dan sedang menyelesaikan S2 Ilmu Komputer di sebuah PTS di Jakarta (sempat diskusi dengan saya via email soal rencana thesisnya), tetapi saya masih masih tetap terbebani dengan pertanyaan benar atau salahkah saya saat di sidang ujiannya dulu. Jangan-jangan saya yang keliru waktu itu karena saya sendiri baru mempelajari teori yang jadi permasalahan itu dalam waktu yang sangat singkat.

Hari Sabtu kemarin, saya baru merasa plong dan terbebas dari beban bertahun-tahun (satu beban.., masih ada yang lain..). Dalam kuliah Pengolahan Citra Digital, pak Agus menjelaskan tentang histogram warna, konsentrasi saya usahakan tidak lepas, agar saya lebih memahami tentang histogram warna. Di akhir kuliah saya memberanikan diri untuk menanyakan benar atau salahkah penolakan saya dalam kasus di atas, dan ternyata pakar grafik komputer kita, pak Agus Hardjoko, sependapat dengan saya, bahwa gerakan obyek bisa ya bisa tidak merubah histogram warna dan karena itu histogram warna tidak bisa digunakan untuk mendeteksi gerakan. Untuk mendeteksi gerakan bisa digunakan metode substraksi pixel (ah.. seandainya saya sudah tau tentang ini dulu.. saya jadi punya solusi yang bisa saya kasih ke mahasiswa)

Pelajaran yang saya ambil dari pangalaman ini adalah bahwa sebagai dosen kita harus selalu memperkaya dan selalu meng-update diri dengan pengetahuan-pengetahuan seluas mungkin, utamanya basic ilmu atau teori-teori dasar sekalipun di luar minat kita.

Satu kesyukuran yang sangat besar karena saya berkesempatan untuk studi S2 bidang ilmu komputer yang memang fokus pada basic science

Tidak ada komentar: